Sabtu, 17 Maret 2012

Tulisan ( Aspek Hukum dalam Ekonomi )

Kekuasaan DPR , Pendulum Ekonomi


Semenjak era reformasi pada 1998, terjadi perubahan besar-besaran dalam sistem hukum di Indonesia. Dari amandemen konstitusi dan perubahan peraturan perundang-undangan, hingga pembenahan sistem kerja aparat dan transformasi budaya hukum. Meskipun patut diapresiasi positif, arah perkembangan reformasi hukum perlu diantisipasi untuk mencegah arah gerak perubahan bak pendulum.

Pendulum selalu bergerak dinamis, tidak pernah berhenti, sehingga secara kasat mata dianggap kemajuan. Namun jika diperhatikan seksama, sesungguhnya pergerakan tersebut hanya berjalan di tempat, tak beranjak, dan berputar di tempat yang sama. Kondisi ini dapat terjadi apabila ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil reformasi hukum yang telah dicapai terkumpul menjadi gerakan untuk “kembali ke kondisi semula” tanpa memperhatikan kinerja dan evaluasi yang telah dicapai selama proses reformasi hukum berjalan.

Beberapa contoh dapat diberikan untuk melihat adanya fenomena ini, yang mana salah satunya adalah wacana amandemen kelima UUD 1945. Banyaknya desakan dari berbagai elemen masyarakat maupun institusi negara untuk segera mengamandemen UUD 1945 membuktikan bahwa konstitusi Indonesia masih belum sempurna.

Namun demikian, melihat arah opini publik menyangkut berbagai isu, sebut saja soal peran dan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terdapat kemungkinan terjadinya pergeseran kekuasaan di institusi DPR dengan pola pendulum, yakni kembali ke masa sebelum amandemen.

Pada era pasca reformasi, semangat dalam proses amandemen adalah pembatasan kekuasaan eksekutif yang pada rejim Orde Baru dianggap terlalu executive heavy, otoriter, dan menyumbat aspirasi publik. Selain itu, pengerdilan partai politik melalui berbagai cara juga menyebabkan kegerahan publik untuk memperkuat lembaga representasi dan pengawasan yang terjelma dalam tubuh DPR. Menilik Arsip PAH I Badan Pekerja MPR (Sekretariat Jenderal MPR tahun 2000), dapat dilihat berbagai makalah mulai dari LIPI, UI, UGM, ITB, Unibraw, Unhas, hingga berbagai laporan peneliti independen yang mendukung pemikiran yang sama dan merekomendasikan penguatan peran DPR.

Hasilnya, saat ini, DPR memiliki kekuasaan yang sangat besar, khususnya dalam pengawasan dan pengangkatan pejabat publik. DPR memegang suara kunci untuk menentukan pengangkatan mulai dari hakim agung, hakim konstitusi, Gubernur BI, kepala kepolisian, pejabat komisi negara, hingga direksi BUMN.

Kondisi ini mulai dipandang negatif karena menciptakan politisasi dan perdagangan kepentingan jabatan-jabatan publik. Peran pengawasan juga dianggap telah dijalankan secara eksesif sehingga menganggu jalannya pemerintahan. Pemerintah dianggap “tersandera” oleh kekuatan parlemen dalam merumuskan dan menjalankan kebijakannya. Hal tersebut ditambah dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap DPR yang sudah tidak dianggap lagi memperjuangkan kepentingan masyarakat mulai dari kegiatan studi-banding-wisata yang berlebihan ke luar negeri hingga dugaan berbagai praktek korupsi di tubuh DPR yang secara perlahan terbukti.

Sekarang, gagasan untuk mengurangi peran DPR dan kembali ke format executive-heavy acapkali terdengar. Hampir di setiap talkshow dan seminar, segenap pihak menyuarakan perubahan perubahan atas kewenangan DPR, kondisi mana yang jauh berbeda dengan semangat awal reformasi di sekitar tahun 1998-2001. Publik seolah lupa dengan desakan mereka 10 tahun yang lalu yang justru menginginkan perluasan kekuasaan DPR sebagai perwujudan kehendak rakyat untuk membangun oposisi yang kuat terhadap pemerintah (yang identik dengan kekuasaan otoriter). Suatu gerakan kolektif menuju perubahan ternyata hanya berputar di tempat yang sama.

Gagasan pembatasan kewenangan DPR merupakan contoh yang sempurna mengenai gerakan pendulum dalam reformasi hukum. Selain karena menguat atas ketidakpuasan kinerja DPR hasil amandemen, desakan ini muncul secara konsensus dan tanpa pertentangan dari pihak manapun, termasuk aktor utama yang sebelumnya mengusulkan amandemen pada masa lampau.


Reformasi Hukum dan Ruang Publik

Mencegah arah gerak pendulum reformasi hukum bukan berarti menentang segala upaya untuk mengembalikan sistem seperti dahulu kala. Apabila reformasi yang dikembangkan saat ini terbukti gagal, sudah tentu harus dilakukan upaya-upaya perbaikan yang berkelanjutan, termasuk mengembalikan kepada sistem yang semula apabila dirasa lebih memberikan manfaat.

Namun demikian, diperlukan adanya suatu metode untuk menjamin bahwa evaluasi yang dilakukan dapat berjalan secara sistematis, partisipatif, dan forward looking, bukan hanya sekedar gairah emosional melihat kenyataan pahit saat ini, atau terbuai dengan romantisme kejayaan masa lalu.

Satu hal yang dapat dijadikan pelajaran paling berharga adalah untuk mencegah arah pergerakan pendulum, dibutuhkan pembukaan ruang publik dalam setiap rencana reformasi hukum. Tidak ada cara lain yang dapat dilakukan kecuali membuka ruang publik yang “hakiki” dan seluas-luasnya dalam proses pembuatan hukum.

Terbatasnya akses dan kepentingan publik, digantikan dengan barter kepentingan politik, merupakan salah satu kelemahan dalam amandemen terdahulu yang wajib diperbaiki di masa mendatang. Berbagai penelitian dan pendapat ahli sepakat bahwa memang faktanya, amandemen UUD 1945 lebih berlangsung pada tataran elitis, didorong oleh segelintir jajaran elite politik di parlemen, dan tidak didukung oleh kapasitas akademik yang kuat. Selain kurangnya masukan publik (yang lebih memberikan dimensi aspirasi sosial), kurangnya validitas akademik yang kuat menyebabkan banyaknya konsep pasal yang saling bertentangan dan rancu interpretasi yang menimbulkan permasalahan tersendiri.

Keadaan ini menimbulkan apatisme publik (termasuk kalangan akademik dan profesional) terhadap hasil perubahan yang dilakukan: baru kemudian setelah perubahan tersebut dirasakan ada yang “kurang,” kritik, dan kecaman yang akhirnya berujung kepada keinginan untuk kembali ke keadaan semula pun mengemuka.

Selain itu, kurangnya perlibatan publik dalam pembuatan UUD 1945 menyebabkan tidak adanya sense of belonging terhadap amandemen yang dihasilkan, menyebabkan orang lebih mudah untuk menyerang dan mencaci secara emosional, dibandingkan mempertimbangkan secara masak-masak segala sisi positif dan negatif dari hasil amandemen UUD 1945 tersebut.

Namun patut diingat, ruang publik yang hakiki bukan sekedar membuka aspirasi, layaknya Rapat Dengar Pendapat di DPR atau sekedar pengiriman makalah-makalah dari para pakar. Sebagaimana disebutkan oleh Habermas, partisipasi publik yang hakiki adalah pembentukan diskursus, yang mana setiap pihak berada dalam posisi yang sederajat dan bebas kepentingan, untuk mencari konsensus terhadap suatu permasalahan. Diskursus, secara teori, memang tidak bertujuan untuk saling mempengaruhi pemikiran lawan debat, melainkan menuju pemahaman bersama mengenai suatu permasalahan di antara para pelakunya. Teori majority rule atau one man one vote pun hancur dengan konstruksi ini.

Dalam praktek, memang keadaan ini sulit diterapkan. Namun setidaknya, hal yang mungkin dapat didorong adalah pembentukan mekanisme evaluasi publik terhadap potensi yang akan terjadi maupun dampak yang ditimbulkan dari suatu pemberlakuan hukum. Diperlukan adanya mekanisme feed back dan follow up yang komprehensif dan proaktif dari hukum, tidak terkecuali UUD 1945. Layaknya restoran yang selalu menyediakan kertas respons agar diisi oleh pelanggan yang berkunjung ke tempatnya, metode ini seharusnya merupakan keniscayaan dalam kehidupan hukum kita.

Singkat kata, gerakan pendulum adalah bahaya laten dalam reformasi hukum. Ia bisa menimbulkan kebahagiaan semu, seolah-olah masyarakat bergerak menuju perubahan, meskipun yang terjadi hanyalah berkeliling di tempat yang sama. Solusi untuk hal tersebut bukan berada pada tataran substantif, namun pada metodologi yang digunakan: pembukaan ruang publik yang hakiki dengan mekanisme evaluasi yang konklusif dan partisipatif.


http://artikelhukum.blogspot.com/2008/10/kekuasaan-dpr-pendulum-reformasi.html

Jumat, 09 Maret 2012

Tugas 2

Subyek Hukum dan Obyek Hukum

1. Subyek Hukum


Pengertian Subyek Hukum
Pengertian subyek hukum (rechts subyek) menurut Algra dalah setiap orang mempunyai hak dankewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenaghukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang, nah
wewenang subyekhukum
ini di bagi menjadi dua yaitu :Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), danKedua, wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yangmempengaruhinya.


Pembagian Subyek Hukum;

1- Manusia:
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukumyaitu;n Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal inikewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dankewajiban.Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidaksemua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orangyang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atausudah kawin), sedangkan orang orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah ; orangyang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal1330 KUH Perdata)

2- Badan hukum:
Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat menjadi subyek hukum, danmemiliki sifat-sifat subyek hukum seperti manusia, nah Banyak sekali teori yang ada dan digunakandalam dunia akademis untuk menjelaskan hal tersebut , akan tetapi menurut Salim HS, SH, Ms; Teoriyang paling berpengaruh dalam hukum positif adalah teori konsensi .
dimana pada intinya berpendapatbadan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan hartakekayaan) kecuali di perkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri, bingung yah?Namanya juga teori, tahu sendiri kan, kalau profesor ngomong asal aja bisa jadi teori.


menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;

1- Badan hukum publik
, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintahContohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara

2- Badan hukum privat
, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan

http://www.scribd.com/doc/38402874/Pengertian-Subyek-Hukum

2. Obyek Hukum

Objek hukum menurut pasal 499 KUHP Perdata,yakni benda.

“segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik”
Jenis Objek Hukum :
• Benda yang bersifat kebendaan
- Benda bergerak/tidak tetap – Benda tidak bergerak
• Benda yang bersifat tidak kebendaan

Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya.

Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya.

Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.

Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.

Sumber :

http://www.scribd.com/doc/38402874/Pengertian-Subyek-Hukum


http://www.pendekarhukum.com/ilmu-hukum/26-pengertian-subjek-hukum-objek-hukum-dan-akibat-hukum.html

Tugas 1

Pengertian Hukum :



1. Pengertian Kaidah atau Norma Hukum

By Onesimus

Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah buruk.

Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.

http://ones88.blogspot.com/2008/02/pengertian-kaidah-hukum.html


2. Pengertian Hukum secara Ekonomi

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Contoh hukum ekonomi :

1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.


Sumber :
www.animers.net78.net
http://organisasi.org


3. Kodifikasi Hukum


Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:

a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1.Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukkum itu sendiri system ini mempunyai kebaikan ialah :
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan hukum disini diartikan sebagai peraturan.”
2.Kodifikasi Tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Isi dari kodifikasi tertutup diantarnya :
a.Politik hukum lama
b.Unifikasi di zaman hindia belanda (Indonesia) gagal
c.Penduduk terpecah menjadi :
1.Penduduk bangsa eropa
2.Penduduk bangsa timur asing
3.Penduduk bangsa pribadi (Indonesia)
d.Pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula
e.Pendidikan bangsa Indonesia :1. Hasil Pendidikan barat
2. Hasil pendidikan timur

* Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap

* Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:

a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum

*Contoh kodifikasi hukum:
Di Eropa :
a. Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
b. Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.

Di Indonesia :
a. Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
d. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981)

Aliran-aliran (praktek) hukum setelah adanya kodifikasi hukum

1. Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa hukum adalah undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.

2. Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat bahwa hukum terdapat di dalam masyarakat.

3. Aliran Rechsvinding adalah aliran diantara aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran Rechtsvinding berpendapat bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.

http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/02/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html

http://vanezintania.wordpress.com/2011/02/28/kodifikasi-hukum/

4. pengertian Hukum secara Global atau Luas

PENGERTIAN HUKUM SECARA UMUM
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

HUKUM MATERIIL.
Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
HUKUM PUBLIK.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan pemerintah.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat.
HUKUM PERDATA.
Hukum Perdata adalah Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

HUKUM FORMAL.
Hukum Formal adalah hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.

HUKUM PIDANA.
Hukum Pidana adalah Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.

HUKUM TATA NEGARA.
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.

HUKUM INTERNASIONAL.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Yaitu hukum internasional yang mengatur negar ayang satu dengan engara yang lain dalam hubungan internasional (hukum antar negara).
Misalnya, hukum tentang tata cara diplomatik, konsul, penerimaan tamu negara asing, hukum perang, dan hukum damai. Hukum publik internasional ini sering disebut sebagai hukum internasional dalam arti sempit.

http://hakimsimanjuntak.blogspot.com/2010/11/pengertian-hukum-secara-umum.html